Senin, 14 Mei 2012

Metode dan Sikap Ilmiah Bidang IPA


IPA sebagai ilmu terdiri dari produk dan proses. Produk IPA terdiri atas fakta (misalnya: orang menghirup udara dan mengeluarkan udara dari hidungnya, biji kacang hijau muncul hipokotil dan dan epikotilnya dan akan bertambah panjang ukurannya saat ditanam pada kapas yang disiram air), konsep ( misalnya: udara yang dihirup ke dalam paru-paru lebih banyak kandungan oksigennya dibandingkan udara yang dikeluarkan dari paru-paru, logam memuai bila dipanaskan), prinsip (misalnya: kehidupan memerlukan energi, benda tak hidup tidak mengalami pertumbuhan), prosedur (misal, pengamatan, pengukuran, tabulasi data, analisis data) teori, (misalnya: teori evolusi, teori asal mula kehidupan), hukum dan postulat ( misal, hukum Boyle, Archimedes, Postulat Kock). Semua itu merupakan produk yang diperoleh melalui serangkaian proses penemuan ilmiah melalui metoda ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah.

Ditinjau dari segi proses, maka IPA memiliki berbagai keterampilan sains, misalnya: (a) mengidentifikasi dan menentukan variabel tetap/bebas dan variabel berubah/tergayut, (b) menentukan apa yang diukur dan diamati, (c) keterampilan mengamati menggunakan sebanyak mungkin indera (tidak hanya indera penglihat), mengumpulkan fakta yang relevan, mencari kesamaan dan perbedaan, mengklasifikasikan, (d) keterampilan dalam menafsirkan hasil pengamatan seperti mencatat secara terpisah setiap jenis pengamatan, dan dapat menghubung-hubungkan hasil pengamatan, (e) keterampilan menemukan suatu pola dalam seri pengamatan, dan keterampilan dalam mencari kesimpulan hasil pengamatan, (f) keterampilan dalam meramalkan apa yang akan terjadi berdasarkan hasil-hasil pengamatan, dan (g) keterampilan menggunakan alat/bahan dan mengapa alat/bahan itu digunakan. Selain itu adalah keterampilan dalam menerapkan konsep, baik penerapan konsep dalam situasi baru, menggunakan konsep dalam pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi, maupun dalam menyusun hipotesis.

Keterampilan IPA juga menyangkut keterampilan dalam berkomunikasi seperti (a) keterampilan menyusun laporan secara sistematis, (b) menjelaskan hasil percobaan atau pengamatan, (c) cara mendiskusikan hasil percobaan, (d) cara membaca grafik atau tabel, dan (e) keterampilan mengajukan pertanyaan, baik bertanya apa, mengapa dan bagaimana, maupun bertanya untuk meminta penjelasan serta keterampilan mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis. Jika aspek-aspek proses ilmiah tersebut disusun dalam suatu urutan tertentu dan digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi, maka rangkaian proses ilmiah itu menurut Towle (1989) menjadi suatu metode ilmiah. 

Rezba dkk. (1995) mendeskripsikan keterampilan proses IPA yang harus dikembangkan  pada diri peserta didik  mencakup kemampuan yang paling sederhana yaitu mengamati, mengukur sampai dengan kemampuan tertinggi yaitu kemampuan  bereksperimen. Secara skematis jalinan kemampuan proses IPA dapat digambarkan pada gambar 2.

Menurut Bryce dkk. (1990)  keterampilan  proses IPA mencakup  keterampilan dasar (basic skill) sebagai kemampuan yang terendah,  kemudian diikuti dengan keterampilan proses (process skill). Sebagai keterampilan tertinggi adalah  keterampilan investigasi (investigation skill). Keterampilan dasar mencakup: (a) melakukan pengamatan (observational skill), (b)  mencatat data (recording skill), (c) melakukan pengukuran (measurement skill), (d)  mengimplementasikan prosedur (procedural skill),  dan (e)  mengikuti instruksi (following instructions). Keterampilan proses  meliputi: (a)   menginferensi (skill of inference) dan (b)  menyeleksi berbagai cara/prosedur (selection of procedures). Keterampilan investigasi berupa keterampilan merencanakan dan melaksanakan serta melaporkan hasil investigasi.  Keterampilan tersebut juga harus didasari oleh sikap ilmiah seperti sikap antusias,  ketekunan, kejujuran, dan sebagainya.

Mengingat dari perkembangan mental peserta didik  SMP/MTs menurut Piaget (Carin dan Sund, 1989) sebagian besar pada taraf transisi dari fase konkrit ke fase operasi formal, maka diharapkan sudah mulai dilatih untuk mulai mampu berpikir abstrak. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SMP terutama di kelas III hendaknya sudah mengenalkan peserta didik  kepada kemampuan untuk mulai melakukan investigasi/ penyelidikan walaupun sifatnya masih sangat sederhana.



Setidaknya, peserta didik  sudah mulai dilatih untuk merencanakan pengamatan/percobaan sederhana, mengidentifikasi variabel, merumuskan hipotesis berdasar pustaka bukan sekedar menurut dugaan yang rasional berdasar logika, mampu melakukan dan melaporkan percobaan/pengamatan baik secara tertulis maupun lisan. Jika hal seperti itu dibiasakan maka hasil belajar yang dapat dicapai  benar-benar akan memuat unsur kognitif, afektif dan psikomotor.

Untuk peserta didik  sekolah menengah dalam konteks melakukan penyelidikan/investigasi  sederhana, peserta didik  seharusnya sudah dilatih bagaimana ia harus mengorganisasi data untuk menjawab pertanyaan, atau bagaimana ia dapat mengorganisasi kejadian-kejadian untuk dijadikan alasan pembenar yang paling kuat. Selain itu, proses IPA  juga mencakup kemampuan untuk mengkomunikasikan baik secara tertulis berupa pembuatan tulisan/karangan, pemberian label, menggambar, melengkapi peta konsep, mengembangkan/ melengkapi  petunjuk kerja, membuat grafik dan mengkomunikasikan secara lesan kepada orang lain (Walden University, 2000). 

Menurut  DES (Cavendish, at all., 1990) proses IPA untuk sekolah menengah sudah berbeda dengan sekolah dasar, yaitu meliputi: (a) kegiatan melakukan observasi, (b) memilih kegiatan observasi yang relevan dengan investigasi/penyelidikannya untuk dipelajari lebih lanjut, (c) menemukan dan mengidentifikasi pola-pola baru  dan menghubungkannya dengan pola-pola yang sudah ada, (d) menyarankan dan menilai penjelasan-penjelasan dari pola-pola yang ada, (e) mendesain dan melaksanakan percobaan, termasuk  melakukan berbagai pengukuran untuk menguji  pola-pola yang ada, mengkomunikasikan (baik secara verbal, dalam bentuk matematika, atau grafik) dan menginterpretasi tulisan-tulisan dan bahan ajar lainnya, (f) memakai peralatan dengan efektif dan hati-hati, (g) menggunakan pengetahuan untuk melaksanakan investigasi, (h) menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan problem-problem yang berkait dengan teknologi.

Mengingat demikian luasnya kawasan kajian  keilmuan IPA berdasar ragam obyek, ragam tingkat organisasi, dan ragam tema persoalannya, maka dalam membelajarkan peserta didik  untuk menguasai IPA bukan pada banyaknya konsep yang harus dihafal, tetapi lebih kepada bagaimana agar peserta didik  berlatih menemukan konsep-konsep IPA melalui metode ilmiah dan sikap ilmiah, dan peserta didik  dapat melakukan kerja ilmiah, termasuk dalam hal meningkatkan kreativitas dan mengapresisasi nilai-nilai.    


Download Contoh Silabus IPA Di Sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar